Biografi dan Profil Lengkap Haji Agus Salim (Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ke-3)

Biografi dan Profil Lengkap Haji Agus Salim Sebagai Tokoh Islam dan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ke-3

InfoBiografi.Com – Haji Agus Salim merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang lahir pada 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda dan beliau wafat pada 4 November 1954 di Jakarta pada usia 70 tahun. Haji Agus Salim pernah menjabat sebagai Menteri Muda Luar Negeri Indonesia ke-1 yang menjabat dari 12 Maret 1946 hingga 3 Juli 1947 dan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ke-3 yang menjabat dari 3 Juli 1947 hingga 20 Desember 1949 pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Profil Singkat Haji Agus Salim

Nama: Haji Agus Salim
Lahir: Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884
Wafat : Jakarta, 4 November 1954
Ayah :Soetan Mohamad Salim
Ibu: Siti Zainab
Pasangan: Zaenatun Nahar
Jabatan :
Menteri Muda Luar Negeri Indonesia ke-1 (12 Maret 1949-3 Juli 1947)
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ke-3 (3 Juli 1947- 20 Desember 1949)

Latar Belakang Dan Pendidikan Haji Agus Salim

Haji Agus Salim merupakan anak keempat dari pasangan Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab yang lahir dengan nama Mashudul Haq. Soetan Mohamad Salim adalah seorang jaksa kepala di pengadilan tinggi. Karena kedudukan ayah dan kecerdasan Beliau, Agus Salim dapat dengan lancar belajar di sekolah-sekolah belanda. Beliau bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) yaitu sekolah khusus anak-anak Eropa. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan menengahnya ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia dan setelah menjalani pendidikan selama 5 tahun, pada tahun 1903 saat Ia berumur 19 tahun Ia lulus sebagai lulusan terbaik se-Hindia Belanda.

Setelah lulus Ia berharap dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah kedokteran di Belanda. Namun, saat Ia memohon beasiswa pada pemerintah untuk melanjutkan pendidikannya tersebut, pemerintah menolaknya tapi dia tidak patah semangat. Kecerdasan yang dimiliki Agus Salim membuat R.A. Kartini tertarik, lalu Kartini mengusulkan agar Agus Salim menggantikannya berangkat ke Belanda dengan cara mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden yang berasal dari pemerintah kepada Agus Salim. Pemerintah pun setuju dengan pengusulan R.A Kartini namun Agus Salim menolaknya, Ia beranggapan bahwa pemberian beasiswa tersebut bukan karena kecerdasan atau jerih payahnya melainkan dari usulan orang lain dan menganggap pemerintah berperilaku diskriminatif.

Karier Politik Haji Agus Salim

Karena gagal melanjutkan pendidikannya, pada tahun 1906 Agus Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja sebagai penerjemah di Konsultan Belanda karena diketahui ia sedikitnya telah menguasai 7 bahasa asing yaitu Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman. Di Jeddah, Ia memperdalam ilmu agama pada pamannya yaitu Syech Ahmad Khatib yang juga imam Masjidil Haram dan disana juga Ia mempelajari tentang diplomasi. Setelah kembali dari Jeddah, Agus salim mendirikan sekolah Hollansche Inlandsche School (HIS) dan kemudian Ia juga masuk dalam pergerakan nasional.

Sejak tahun 1915, Agus Salim terjun di dunia jurnalistik, Ia bekerja sebagai Redaktur II di Harian Neratja lalu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Selanjutnya Ia menikah dengan Zaenatun Nahar, dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai 8 orang anak. Setelah menikah, karier jurnalistik Agus Salim tetap berjalan, Ia menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta, lalu Ia mendirikan Surat kabar Fadjar Asia dan juga Ia menjadi Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO).

Bersamaan dengan itu, Agus Salim mengawali kariernya di bidang politik di SI (Sarekat Islam) bersama dengan H.O.S Tjokroaminoto dan juga Abdul Muis. Namun H.O.S Tjokroaminoto dan Abdul Muis yang pada saat itu sebagai wakil SI keluar dari Volksraad, Kemudian Agus Salim menggantikan mereka di lembaga tersebut selama 4 tahun yaitu dari tahun 1921 hingga 1924.Tetapi seperti pendahulunya, Ia merasa bahea perjuangan dari dalam tidak membawa manfaat dan akhirnya ia memutuskan keluar dari Volksraad dan fokus pada Sarekat Islam.

Pada tahun 1923, mulai muncul perpecahan di SI. Semaun mengharapkan bahwa SI menjadi organisasi yang condong ke kiri, namun Agus Salim dan Tjokroamnoto menolak, Akhirnya Sarekat Islam terbelah menjadi 2. Semaun membentuk Sarekat Rakyat dan berubah menjadi PKI, sedangkan Agus Salim dan Tjokroamnoto tetap dengan Sarekat Islam.

Selain menjadi salah satu pendiri Sarekat Islam, Agus Salim juga menjadi salah satu pendiri Jong Islamieten Bond yang membuat suatu dongkrakan guna meluluhkan doktrin keagamaan yang kaku. Agus Salim juga pernah menjadi anggota PPKi pada masa kekuasaan Jepang.

Ketika Indonesia merdeka, Agus Salim diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Karena kepandaiannya dalam berdiplomasi, kemudian Agus Salim diangkat menjadi Menteri Muda Luar Negeri dikabinet Syahrir I dan II dari 12 Maret 1946 hingga 3 Juli 1947. Lalu Ia menjadi Menteri Luar Negeri di kabinet Hatta dari 3 Juli 1947 hingga 20 Desember 1949. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, Agus Salim diangkat menjadi Penasehat Menteri Luar Negeri. Atas prestasinya dalam bidang diplomasi, dengan badan yang kecil Agus Salim dikalangan diplomatik dikenal sebagai The Grand Old Man.

Wafatnya Haji Agus Salim

Agus Salim mengundurkan diri dari dunia poltik lalu pada tahun 1953 Agus Salim mengarang buku-bukunya seperti: Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? .

Pada 4 November 1954 di RSU Jakarta, pada usia 70 tahun Haji Agus Salim meninggal dunia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Untuk mengenang jasanya nama beliau diabadikan menjadi nama stadion sepak bola di Padang bernama Stadion Haji Agus Salim.

Demikianlah penjabaran pada posting kali ini tentang Biografi dan Profil Lengkap Haji Agus Salim yang dapat kami tulis di artikel ini. Semoga dapat menjadi sumber literatur yang bermanfaat untuk pembaca dalam menggali informasi terkati hal tersebut.